Senin, 11 Mei 2015

ULMWP : Jokowi ke PNG, Tekanan untuk O’Neill

Kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke Papua Nugini (PNG) pekan ini merupakan usaha terbaru Jakarta untuk memberikan tekanan pada anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) agar tidak mendukung aplikasi Papua Barat sebagai anggota negara-negara Melanesia ini.
Octovianus Mote, Sekretaris Jenderal United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) mengatakan diplomasi Indonesia ini berkaitan dengan pertemuan MSG pada 21 Mei mendatang. Pada pertemuan Menteri Luar Negeri dari negara-negara anggota MSG ini, akan dibahas permohonan keanggotaan Papua Barat yang disampaikan oleh ULMWP pada tanggal 5 Februari 2015. Namun, pertemuan para pemimpin MSG ke-20 bulan Juli di Honiara nanti adalah event yang bertugas membuat keputusan akhir pada setiap aplikasi keanggotaan.
ULMWP, lanjut Mote mengantisipasi upaya Presiden Indonesia Widodo ke Port Moresby yang diduga mencoba membuat perpecahan antara Perdana Menteri PNG Peter O’Neill dengan sesama anggota MSG. Indonesia, yang merupakan anggota pengamat dari MSG, menentang keanggotaan Papua Barat dari organisasi sub-regional ini.
“Pada bulan Februari lalu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengunjungi Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji dalam upaya lain untuk menekan dukungan pada Papua Barat,” kata Mote saat dihubungi di Suva, Fiji, Senin (11/5/2015).
Sebelum kunjungan Presiden Widodo untuk Papua Nugini ULMWP menyatakan terima kasih kepada PNG.
“Dari satu Melanesia kepada yang lain, saya berterima kasih kepada Perdana Menteri O’Neill untuk ekspresi baru-baru ini atas dukungan bagi rakyat Papua Barat dan berbicara atas nama kami. Papua Nugini adalah kakak kami di Melanesia dan di Pasifik,” tambah Octovianus Mote.
ULMWP juga menyinggung perjalanan Presiden Widodo ke Papua Barat pekan lalu yang melibatkan lebih dari 6.000 personel keamanan.
Secara terpisah, dari Inggris, Benny Wenda, mendesak Perdana Menteri O’Neill menekankan kepada Presiden Widodo bahwa situasi HAM di Papua Barat tetap serius. Ratusan ditangkap selama demonstrasi damai pada tanggal 1 Mei di Papua Barat menggambarkan bahwa tindakan kekerasan yang sistematis terhadap kebebasan berekspresi masih terus terjadi.
“ULMWP, terutama menekankan perlunya keadilan atas pembunuhan empat anak sekolah yang tidak bersenjata di Paniai, Desember 2014. Mereka yang tewas dilaporkan ditembak oleh tentara dari Batalyon 753 Arga Vira Tama (AVT) Nabire. Meskipun bukti sangat kuat, investigasi oleh Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia telah gagal untuk mengidentifikasi pelaku,” ujar juru bicara ULMWP ini.
Mengomentari kekejaman aparat keamanan ini Benny Wenda menekankan Presiden Joko Widodo masih belum memenuhi janjinya yang dibuat selama kunjungan bulan Desember tahun lalu ke Papua Barat untuk mengadili para pembunuh dalam penembakan di Paniai. Kurangnya tindakan pemenuhan keadilan ini merusak kunjungan terakhirnya ke Papua Barat. Para pembunuh pergi bebas dan ia melindungi dirinya dengan kehadiran militer yang besar selama kunjungannya.
“Kami orang Papua masih berkabung atas korban di Paniai,” tambah Wenda.
ULMWP, menurut Mote akan mengingatkan semua negara anggota MSG bahwa Papua Barat telah memenuhi kewajibannya untuk berdiri di atas satu suara untuk Papua Barat dengan membentuk payung ULMWP dalam pertemuan koordinasi pada bulan Desember 2014 lalu.
“ULMWP mendukung penuh hasil pertemuan para pemimpin MSG tahun 2013 lalu yang secara tegas menyebutkan MSG sepenuhnya mendukung hak-hak asasi rakyat Papua Barat terhadap penentuan nasib sendiri sebagaimana diatur dalam mukadimah konstitusi MSG,” tegas Mote.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar