Budy Chayono, koordinator
Fransiskan Internasional untuk wilayah Asia Pacific mengatakan ini merupakan
kunjungan FI yang pertama di wilayah timur jauh Indonesia itu.
“Kami bertemu orang Papua sejak
10 sampai 15 tahun, tetapi yang ini pertama kami datang ke Papua,”tuturnya.
Dia menjelaskan, LSM milik
gereja Katolik ini yang memunyai status Ekosop, yang bisa bekerja sama di PBB
untuk menyuarakan aspirasi maupun masalah yang dihadapi masyarakat.
“Kami punya hak untuk bersuara
di PBB,”tuturnya.
Koordinator Vivat, LSM yang
tergabung dari 12 organisasi para suster dan Pastor gereja Katolik, yang
berkedudukan di Genewa, Pastor Edward menambahkan kunjungan pihaknya sangat
penting demi untuk mendengar pergumulan orang Papua secara langsung.
“Kami mau dengar dari anda
langgsung, dari hati anda. kami mau dengar tetang Papua dan kami mau bawa ke
Jenewa,”tutur Pastor yang pernah bekerja di Pakistan dan 5 tahun terakhir kerja
di Geneva.
Menurut Edward, Vivat maupun
Fransiskan Internasional membawa aspirasi yang disuarakan orang Papua bersama
The International Coalition For Papua (IPC).
“Kita terus menerus bicara soal
Papua secara bersama ICP, dan kami ingin terus mendengar suara anda dan terus
menyuarakannya,”tuturnya.
Direktur Sesi Keadilan
Perdamaian Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransikan Papua, Yuliana Langawuyon,
mengatakan pihaknya merasa penting untuk mengundang para pegiat HAM untuk
berbagi pengalaman kepada LSM yang mempunyai konsen atas masalah Papua di dunia
International.
“Mereka mempunyai perwakilan di
UN dan mereka mau datang dan mau bertemu dengan teman-teman jaringan untuk
dengar langsung. Kami merasa rugi kalau tidak bertemu teman-teman, maka kami
merasa penting mengundang kawan-kawan dalam pertemuan ini,”tutur Yuliana dalam
sambutan kegiatan dibawa sorotan Thema “Workshop dan sharing Mekanisme HAM
dengan Bidang Fokus Masalah HAM di Papua” yang diikuti belasan perwakilan
sejumlah LSM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar