Kamis, 25 Juni 2015

Tanda Heran Itu ada di Honiara


Honiara,– Perjalanan panjang bangsa Papua hingga lebih dari 50 tahun untuk mendapatkan pengakuan sebagai sebuah bangsa, akhirnya menemukan muaranya. Apa yang disebut oleh IS Kijne, tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain, kini terbukti untuk Tanah Papua. Bangsa Papua akhirnya diakui sebagai bagian dari ras Melanesia oleh empat negara berdaulat penuh dan gerakan pembebasan Kanak (FLNKS) yang sedang mempersiapkan kemerdekaan mereka.
Fiji dan PNG tak kuasa menghentikan komitmen Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Pemimpin FLNKS dan Vanuatu. Namun Vanuatu, Kepulauan Solomon dan FLNKS juga tak sanggup menolak keinginan Fiji dan PNG. Namun apapun itu, keputusan para pemimpin MSG telah menempatkan bangsa Papua dalam pengakuan sebuah bangsa dan rakyat yang ingin berdaulat di atas tanahnya sendiri.
Para pemimpin MSG telah memutuskan memberikan status anggota asosiasi kepada Indonesia dan memberikan status observer/pengamat kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang mewakili bangsa Melanesia yang berada di luar Papua. Indonesia, naik satu level dari status sebelumnya, observer. Sedangkan Papua untuk pertama kalinya mendapatkan status sebagai bagian ras Melanesia di forum subregional Melanesia. Dua keputusan ini dituangkan dalam Komunike MSG yang ke 20 di Honiara, Jumat (26 Juni 2015).
Oktovianus Mote, Sekjen ULMWP menerima keputusan para pemimpin MSG ini dengan besar hati. Ia mengaku, sekalipun yang diharapkan lebih tinggi, namun bangsa Papua sangat menghargai keputusan para pemimpin Melanesia ini.
“Kami telah berusaha keras. Kami juga sadar, ini jalan Tuhan yang diberikan pada bangsa Papua. Kami harus menerima ini untuk melangkah ke tahap selanjutnya,” kata Octovianus Mote, Jumat (26/6/2015).
Bangsa Papua, lanjut Mote harus mengucapkan terima kasih kepada para pemimpin Melanesia. Lima pemimpin Melanesia ini dianggap telah memberikan pengakuan kepada bangsa Papua.
“Terutama kepada Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS yang berjuang habis-habisan untuk keanggotaan Papua. Juga Fiji dan PNG yang sesungguhnya bisa menolak kita, bangsa Papua ini,” tambah Mote.
Demikian juga Benny Wenda. Pemimpin Papua di pengasingan ini mengaku sangat terharu dengan keputusan yang dibuat para pemimpin MSG ini.
“Setelah sekian lama saya berjuang, baru kali ini ada negara berdaulat yang secara terbuka mengakui perjuangan bangsa Papua mendapatkan kedaulatannya sendiri. Dan itu bukan hanya satu negara saja. Ini empat negara. Meskipun status kita, bangsa Papua sebagai observer atau pengamat di MSG, ini adalah sebuah pengakuan bangsa Melanesia pada dunia bahwa Papua adalah satu bangsa sendiri. Juga pengakuan tentang perjuangan rakyat Papua dan apa yang sedang terjadi di Papua sejak dulu hingga sekarang,” kata Wenda.
Bangsa Papua, lanjut Wenda akan memberikan penghargaan kepada rakyat dan pemerintah Kepulauan Solomon yang telah berjuang untuk keanggotaan Papua di MSG ini.
“sekarang, bangsa Papua ada dalam “gedung” yang sama dengan Indonesia. Kita harus berjuang untuk berada dalam gedung yang sama dalam posisi yang sama,” tambah Wenda.
Satu hal yang sangat penting bagi bangsa Papua, lanjut Wenda, adalah bangsa Papua menempuh perjuangan di MSG dengan jujur dan melalui prosedur yang benar. Bangsa Papua melalui ULMWP melakukan segala persyaratan yang diminta oleh MSG.
“Kami jujur dan serius dalam berjuang. Ini harus menjadi kebanggaan bangsa Papua. Bangsa Papua memang tidak menang, karena sudah menang di Noumea tahun 2013 lalu. Segala cara ditempuh agar MSG tidak mengakomodir kita bangsa Papua ini berada di MSG. Tapi faktanya, MSG mengakui kita,” ujar Wenda.
Rimbink Pato, menteri luar negeri PNG berpandangan keputusan para pemimpin MSG, diputuskan atas berbagai pertimbangan. PNG yang memfasilitasi Indonesia sebagai anggota assosiasi di MSG, menurut Pato memiliki hubungan baik dengan Indonesia yang harus dipertahankan dan ditingkatkan.
“Hubungan kami dengan Indonesia harus kami tingkatkan. Kami ingin kesejahteraan, perdamaian dan pertumbuhan ekonomi antara negara kami dengan Indonesia,” kata Pato.
Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama mengaku keputusan yang diambil secara konsensus oleh para pemimpin MSG ini mungkin akan membuat kecewa ULMWP yang mewakili aplikasi keanggotaan penuh untuk bangsa Papua.
“Tapi anda harus tahu, Indonesia adalah negara berdaulat. ULMWP bukan sebuah negara. Ini kriteria yang kami pertimbangkan sehingga kami menerima ULMWP sebagai kelompok yang mewakili bangsa Melanesia di luar wilayah melanesia. Membawa ULMWP ke dalam MSG seperti juga membawa Indonesia dalam MSG akan membuka kemungkinan MSG memfasilitasi persoalan yang terjadi pada bangsa Melanesia di Papua Barat dengan Indonesia. Kami menyadari apa yang terjadi pada bangsa Papua Barat, saudara Melanesia kami. Tapi sekali lagi, Indonesia adalah negara berdaualat yang harus kami hargai. Masalah ini harus dibicarakan di atas meja yang sama oleh masing-masing pihak yang duduk bersama. Sekarang ULMWP ada dalam rumah yang sama dengan Indonesia di MSG,” kata Bainimarama usai penandatanganan Komunike bersama anggota MSG.
Octovianus Mote, usai menerima status sebagai observer, dihadapan para pemimpin MSG menyampaikan para pemimpin ULMWP dipilih oleh bangsa Papua pada bulan Juni tahun 2011 dalam sebuah konferensi yang dihadiri oleh Menteri Politik Hukum dan Keamanan Indonesia di Jayapura, Papua. Saat itu menurut Mote, dirinya bersama Leoni Tanggahma, Rex Rumakiek, Benny Wenda dan John Ondowame (alm) sebagai representasi bangsa Papua di forum-forum internasional.
“Kami berlima, dipilih lagi oleh tiga kelompok perlawanan pada bulan desember tahun lalu di Vanuatu,” ujar Mote.
Sekjen ULMWP yang sebelumnya adalah wartawan Kompas ini juga menunjukkan 150.000 tandatangan yang dikumpulkan oleh rakyat Papua Barat sebagai dukungan kepada ULMPW sebagai perwakilan bangsa Papua.
“Meskipun begitu, kami menerima apa keputusan para pemimpin MSG di Honiara ini,” ujar Mote menegaskan kembali sikap ULMWP.
Status Indonesia sebagai anggota asosiasi ternyata mendapatkan kritikan dari kalangan masyarakat sipil dan gereja di Melanesia. Indonesia dianggap telah merusak tatanan blok Melanesia. Pada akhirnya, masyarakat sipil di Melanesia menganggap MSG sebagai organisasi regional yang lemah hingga bisa diintervensi oleh Indonesia.
“Sederhana saja, apakah Indonesia itu bagian dari Melanesia? Tidak. Lalu kenapa para pemimpin menerima Indonesia sebagai anggota? Ini menunjukkan bahwa solidaritas Melanesia kita lemah sehingga bisa dipengaruhi negara yang bukan Melanesia,” kata  Bishop James Ligo,  Ketua Dewan gereja Vanuatu.

sementara delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Wiwik Setyawati Firman, menanggapi kehadiran ULMWP di MSG kali ini, mengatakan Indonesia tidak bisa memiliki dua keanggotaan di MSG.
“Kita harus tahu, resolusi PBB telah mengakui Papua Barat adalah bagian dari Indonesia. Dan Indonesia telah menjadi pengamat di MSG. Indonesia tidak bisa memiliki dua keanggotaan di MSG. Indonesia telah menjadi anggota dan Papua Barat adalah bagian dari Indonesia. Hanya dua gubernur dari Papua dan Papua Barat dan Bupati yang adalah masyarakat asli Papua yang secara sah bisa mewakili orang Papua, bukan yang lainnya,” kata Wakil menteri Luar Negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar