Senin, 18 Mei 2015

Status Keanggotaan ULMWP Penting dalam Konteks HAM

Sesuai rencana dari Sekretaris Jenderal dari Melanesian Spearhead Group (Sekjen MSG) yang merupakan wadah perkumpulan negara-negara ber-ras Melanesia di kawasan Pasifik Selatan bahwa pada hari Rabu, 21/5 mendatang, para Pimpinan MSG bersama Menteri Luar Negeri-nya akan membahas aplikasi keanggotaan dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang sudah didaftarkan secara resmi pada 5 Februari 2015 yang lalu.

Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya memandang bahwa rencana penetapan status keanggotaan ULMWP di MSG merupakan suatu langkah penting dan sangat baik bagi upaya pemajuan hak asasi manusia di Tanah Papua ke depan.

Kenapa demikian? Karena sebagaimana diketahui bersama bahwa sepanjang kurang lebih 50 tahun Tanah Papua dan rakyatnya diintegrasikan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis dan struktural senantiasa berlangsung dan korbannya sebagian besar adalah rakyat sipil di daerah ini. 

Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi baik pada masa operasi militer tahun 1961 hingga 1980-an, maupun juga alam berbagai operasi keamanan lainnya yang berlangsung pada berbagai daerah, khususnya di kawasan pegunungan tengah Papua dan wilayah dekat perbatasan RI-PNG yang terus membawa korban di kalangan rakyat sipil sampai saat ini dan tidak pernah diselesaikan secara hukum, sementara itu Indonesia sendiri sebagai negara telah memiliki instrumen hukum untuk itu.

Belum lama ini, Presiden Republik Indonesia, Ir.H.Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Tanah Papua. Pertama pada bulan Desember 2014, ketika itu Jokowi mengatakan bahwa dia ingin menyelesaikan masalah di Tanah Papua melalui dialog serta dia menegaskan bahwa kasus pelanggaran hak asasi manusia yang paling akhir, yaitu penembakan yang diduga keras melibatkan oknum anggota TNI/POLRI pada 8 Desember 2014 dan menewaskan 5 (lima) warga sipil.

Jokowi menyatakan bahwa kasus tersebut akan diselesaikan segera dan secepatnya, tapi Presiden Jokowi sama sekali tidak mengeluarkan perintah tertulis sebagai wujud dari perintah dan kebijakannya tersebut, sehingga hingga hari ini, penyelesaian kasus Paniai tersebut tak kunjung diproses lebih lanjut secara hukum hak asasi manusia.

Demikian halnya juga soal penyelesaian konflik di Tanah Papua melalui dialog, sama sekali tidak ada langkah teknis operasional yang dibuat oleh Jokowi dan Pemerintahannya, sehingga lagi-lagi ide dialog menjadi ide yang senantiasa senang dan enak diperdengarkan oleh Pimpinan Negara ini, tapi tak enak bahkan berat untuk direalisasikan secara hukum maupun secara politik.

Berkenaan dengan itu, rakyat Papua sebagai pihak yang selama ini menjadi korban dari berbagai aksi kekerasan yang diduga kuat terjadi dan melibatkan aparat keamanan dari TNI maupun POLRI, adalah layak membawa persoalannya (pelanggaran hak asasi manusia) tersebut ke tingkat lebih tinggi, misalnya di tingkat regional maupun internasional.

Langkah rakyat Papua sebagai bagian dari rumpun Ras Melanesia yang sama dengan warga negara merdeka di Papua New Guinea, Fiji, New Caledonia (Kaledonia Baru), Vanuatu maupun Solomon Island (Kepulauan Solomon) juga memiliki hak yang sama untuk membawa masalahnya dan membicarakan secara terhormat dengan saudara-saudaranya di dalam keluarga besar Melanesia tersebut.

Sehingga adalah sangat terhormat, apabila di kemudian hari setelah ULMWP diterima sebagai anggota MSG, maka segenap masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua dapat diselesaikan berdasarkan mekanisme hukum asasi manusia yang berlaku secara universal.

Dengan demikian maka masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua akan dipandang dan dicari jalan penyelesaiannya secara hukum dengan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten seperti pemerintah Indonesia, Orang Asli Papua (OAP), serta pihak-pihak yang selama ini diduga keras terlibat dalam kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, seperti halnya TNI dan POLRI.


Peace,

Yan Christian Warinussy Adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, tinggal di Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada/Koordintaor Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Anggota Steering Commitee Foker LSM se-Tanah Papua .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar