Manasseh
Sogavare, Perdana Menteri Kepulauan Solomon adalah orang yang harus dicatat
dalam sejarah bangsa Papua. Sogavare, yang tahun lalu menggantikan Gordon Darcy
Lilo sebagai Perdana Menteri Kepulauan Solomon, berdiri tegar menghadapai dua
raksasa Melanesia, Fiji dan Papua Nugini (PNG). Dua pemimpin dari masing-masing
negara ini tak diragukan lagi telah menjadi pemimpin terdepan di Melanesia,
bahkan Pasifik. Namun Sogavare, pemimpin religius ini membawa amanat rakyat
dari Kepulauan Solomon.
Inilah
yang terjadi dalam pertemuan empat pemimpin negara Melanesia dan satu pemimpin
gerakan perlawanan dalam organisasi sub regional Melanesia Spearhead Group.
Fiji dan PNG jauh-jauh hari telah menegaskan akan mendukung aplikasi Associate
Member yang diajukan Indonesia. PNG dengan jelas juga menegaskan tidak akan
mendukung aplikasi Full Member yang diajukan oleh saudara setanah mereka, Papua
Barat. Fiji tidak menunjukkan sikap yang jelas terhadap aplikasi Papua Barat.
Disisi
lain, Vanuatu menegaskan dukungan mereka dengan memfasilitasi penyatuan faksi
dan kelompok perlawanan Papua Barat di Port Vila pada bulan Desember 2014.
Namun kejatuhan Joe Natuman pada bulan Juni ini membuat pemerintahan di Vanuatu
macet, termasuk untuk berpartisipasi di MSG ke 20 yang di Honiara, 25-26 Juni
2015.
Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Sato Kilman maupun Menteri Luar Negeri yang
baru, Moana Kalosil dilarang meninggalkan negara tersebut oleh pengadilan
negara tersebut. Alhasil, Vanuatu hanya diwakili oleh Direktur Jenderal Kantor
Perdana Menteri, yang harus menghadapi dua Bainimarama dan O’Neill yang sangat
berpengaruh di Melanesia dan Pasifik.
Sejarah
dan status Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), pendukung
tradisional Papua Barat lainnya, menjadi alasan yang tidak bisa dibantah oleh
bangsa Kanak untuk mendukung Papua Barat di MSG. Namun status FLNKS sebagai
gerakan perlawanan bangsa Kanak di Kaledonia Baru, bukan negara independen ini
juga yang menghambat FLNKS dalam berargumen melawan Fiji dan PNG.
Satu-satunya
negara MSG yang punya posisi kuat untuk menghadapi Fiji dan PNG adalah
Kepulauan Solomon. Sogavare, PM negara ini juga didukung oleh rakyatnya dan
hampir seluruh kota Honiara, bahkan Provinsi Guadalcanal, dibmana kota Honiara
berada.
Dalam
pertemuan para pemimpin MSG ini, Fiji dan PNG mendukung aplikasi Indonesia. PNG
menolak aplikasi ULMWP yang mewakili rakyat Papua Barat sedangkan Fiji tidak
memberikan respon terhadap aplikasi ULMWP. Kepulauan Solomon mendukung aplikasi
ULMWP dan menolak aplikasi Indonesia. FLNKS dan Vanuatu mendukung aplikasi
ULMWP namun tidak memberikan respon pada aplikasi Indonesia.
Inilah
hasil wawancara usai sesi pleno dalam pertemuan para pemimpin MSG di hotel
Heritage Park, 26 Juni 2015, Jubi mewawancarai satu persatu para pemimpin MSG
ini.
Veroqe
Bainimarama, Perdana Menteri Fiji mengakui bahwa United Liberation Movement for
West Papua (ULMWP) merupakan badan yang signifikan mewakili pandangan
orang-orang Papua Barat di luar Papua. Ia juga percaya bahwa ULMWP memiliki
pandangan tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk rakyat Melanesia di Papua
Barat.
“Tentu
saja, keputusan kami mendukung Papua Barat sebagai observer adalah untuk
kepentingan semua orang. ULMWP harus dibawa ke dalam proses perubahan bangsa
Melanesia di Papua. Ini bukan kekalahan untuk ULMWP. Ini kesempatan untuk
ULMWP. ULMWP harus menggunakan hak istimewa ini untuk bekerja sama dengan MSG
membawa perubahan untuk rakyat Papua Barat,” kata Bainimarama.
Bainimarama
juga mengatakan semua pihak dalam MSG harus melangkah menuju era baru, kerjasama
semua pihak untuk mencapai hasil terbaik bagi bangsa Papua Barat. Ini mungkin
bukan cara terbaik, tapi ini satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan rakyat
Papua Barat.
“Kita
tidak bisa menghapus sejarah Papua Barat dan beberapa aspek negatif dari sejarah
itu yang telah kita akui di Noumea, termasuk pelanggaran hak asasi manusia yang
signifikan. Tapi Indonesia yang sekarang dipimpin orang-orang baru. Indonesia
sekarang adalah salah satu negara demokrasi yang paling bersemangat di dunia.
Dan di tingkat nasional, Indonesia juga berkomitmen untuk meluruskan beberapa
kesalahan masa lalu dan menempatkan Papua Barat pada paradigma baru,” ujar
Bainimarama.
Perdana
Menteri PNG, Peter O’Neill, tidak bergeming dari pernyataannya sebelum
pertemuan MSG diselenggarakan. Menurutnya, keputusan para pemimpin MSG di
Honiara untuk memasukkan orang Melanesia lainnya dari Indonesia adalah langkah
yang sangat bersejarah.
“Kami,
menyambut mereka untuk keluarga Melanesia kami. Seperti orang lain di kawasan
Melanesia, kami menginginkan hal yang sama. Kami menginginkan perdamaian, kami
ingin keamanan dan kami ingin standar kehidupan yang lebih baik bagi keluarga
kami. Kita akan terus bekerja sama dalam mencapai tujuan dari apa yang
diharapkan rakyat kita,” ujar O’Neill singkat.
Sementara
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare menegaskan, menerima
United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai oberver tentunya
menjadi sejarah besar bagi bangsa-bangsa Melanesia.
“ULMWP,
meski disebutkan dalam Komunike MSG sebagai perwakilan dari orang-orang Papua
Barat di luar Indonesia, faktanya ULMWP merupakan representasi rakyat Papua
Barat. Para pemimpin ULMWP dipilih dalam kongres di Papua tahun 2011. Kongres
ini dibuka oleh pejabat Indonesia. Lima orang pemimpin ULMWP ini dipilih lagi
oleh tiga kelompok perlawanan terbesar di Papua, WPNCL, NRFPB dan Parlemen
Rakyat Daerah. ULMWP juga mendapatkan legitimasi dari KNPB. Juga dari
TPN/OPM,”kata Sogavare menjelaskan latar belakang dukungan Kepulauan Solomon.
Sogavare
menambahkan, menerima petisi yang dikumpulkan oleh ULMWP yang ditandatangani
oleh kelompok pemuda, adat, gereja, akademisi, perempuan dan mahasiswa.
“Karena
itu saya menolak aplikasi Indonesia dan menerima aplikasi Papua Barat. Yang
saya lakukan ini adalah kehendak rakyat Kepulauan Solomon. Rakyat kami merasa
harus bangkit menolong saudara-saudara Melanesia mereka di Papua Barat,” lanjut
Sogavare.
FLNKS
yang pertama kali mengundang Bangsa Papua dalam forum MSG ini menyebutkan
pengalaman mereka mendukung Palestina dan Afrika Selatan sebagai alasan lain
mendukung Papua Barat, selain alasan kesamaan status dengan bangsa Papua Barat.
“Mungkin
ada pertanyaan tentang kedaulatan dan posisi kami yang bukan sebagai negara.
Tapi hari ini kami tidak bicara soal kedaulatan, kami bicara hak asasi manusia,
hak asasi universal. Bangsa Papua, sama dengan kami yang menginginkan kebebasan
dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa. karena itulah kami selalu mendukung
bangsa Papua.
Kami yang mengundang bangsa Papua di Noumea tahun 2013 lalu,” kata Victor
Tutugoro, Pemimpin FLNKS.
Tutugro
mengaku, menerima laporan bahwa banyak faksi perlawanan di Papua. Oleh karena
itu MSG menantang bangsa Papua untuk bersatu dan mengajukan aplikasi baru dalam
pertemuan MSG di Noumea tahun 2013 lalu.
“FLNKS
juga dulu memiliki banyak faksi, banyak kelompok dan banyak klaim yang
menyatakan mewakili bangsa Kanak. Tapi para pemimpin MSG menantang kami untuk
bersatu. Kami melakukannya. Karena itulah FLNKS sekarang bisa berada di MSG.
Hal yang sama telah dilakukan oleh bangsa Papua pada tahun 2014 lalu. Mereka
bersatu di Port Vila dalam ULMWP. Dan sekarang mereka ada di dalam MSG. Status
observer memberikan kesempatan untuk bangsa Papua berbicara di forum Regional
Melanesia tentang hak asasi universal bangsa Papua,” kata Tutugoro.
Tutugoro
yang sebelumnya adalah pemimpin MSG sebelum digantikan oleh Sogavare memastikan
ULMWP akan diundang dalam setiap pertemuan MSG.
‘Saya
tidak melihat ULMWP akan membicarakan mereka yang berada di luar Papua. ULMWP
sebagaimana yang mereka deklarasikan di Port Vila akan membawa amanat bangsa
Papua, sebagaimana kami membawa amanat bangsa Kanak,” ujar Tutugoro.
Vanuatu,
sebagai pendukung tradisional Papua Barat tak pernah berubah sikap. Namun
persoalan politik di negara tersebut, membuat negara ini tak bisa diwakili oleh
pemimpin mereka.
“Posisi
kami, Vanuatu, tetap. Tidak berubah. Kami tetap mendukung Papua Barat. Tapi
masalah politik di negara kami membuat fokus kami terbagi. Tapi Vanuatu adalah
pendukung terbesar bangsa Papua, tidak perlu diragukan lagi,” kata Johnson
Naviti Marakipule, Direktur Jenderal Kantor Perdana Menteri Vanuatu